Evolusi Alur Cerita Dark Souls dari Seri Pertama hingga Ketiga

Foto Poster Dark Souls Remastered

Foto Poster Game Dark Souls 3

Dark Souls adalah salah satu trilogi video game paling berpengaruh di era modern, bukan hanya karena gameplay yang menantang, tapi juga karena alur cerita yang misterius, mendalam, dan simbolis. Dirilis oleh FromSoftware dan disutradarai oleh Hidetaka Miyazaki, trilogi ini membentuk satu dunia yang saling berhubungan, diwarnai oleh tema besar: siklus abadi antara cahaya dan kegelapan.

Tidak seperti game naratif biasa, cerita Dark Souls tidak disampaikan secara eksplisit. Pemain harus merangkai potongan informasi dari deskripsi item, dialog NPC, dan simbolisme lingkungan. Dalam artikel ini, kita akan menyusuri evolusi alur cerita dari Dark Souls 1, Dark Souls 2, hingga Dark Souls 3.


Dark Souls (2011): Awal dari Kutukan dan Kejatuhan Cahaya

Lordran dan Era Para Dewa

Ilustrasi Anor Londo di Game Dark Souls 1

Cerita dimulai di dunia bernama Lordran, setelah munculnya api pertama (First Flame) yang memisahkan dunia dari kekosongan dan memperkenalkan konsep kehidupan, kematian, cahaya, dan kegelapan. Tiga penguasa utama — Gwyn, Nito, dan Witch of Izalith — menemukan Lord Soul dari api itu, memberi mereka kekuatan besar.

Gwyn memutuskan untuk mempertahankan Age of Fire (Zaman Cahaya) dengan mengorbankan dirinya untuk menjaga api tetap menyala. Namun, keputusan ini justru menyebabkan dunia mulai runtuh dan mengutuk manusia menjadi Undead — makhluk yang kehilangan jiwa dan perlahan berubah menjadi Hollow.

Chosen Undead dan Siklus Tak Berujung Trilogi Dark Souls

tangkapan layar dalam permainan DS 1

Pemain mengambil peran sebagai Chosen Undead, yang ditakdirkan untuk mengakhiri kutukan atau melanjutkan siklus dengan menyalakan api kembali. Game ini berakhir dengan dua pilihan utama: Link the Fire (melanjutkan Age of Fire) atau let it fade (memulai Age of Dark, era manusia).


Dark Souls II (2014): Drangleic dan Kehilangan Jati Diri

tangkapan layar trailer DS II

Dunia Baru, Kutukan Lama

Dark Souls II memperkenalkan dunia baru bernama Drangleic, berabad-abad setelah peristiwa Lordran. Walaupun karakter dan tempatnya berbeda, kutukan Undead tetap menghantui manusia. Pemain kali ini disebut sebagai Bearer of the Curse, yang datang untuk mencari jawaban dan menyembuhkan kutukan.

Drangleic diperintah oleh Raja Vendrick, yang mencoba melawan kekuatan kegelapan, tetapi justru jatuh dalam kebingungan dan kegilaan. Game ini menyelami tema identitas, pengulangan sejarah, dan lupa diri, menandakan bahwa semua yang pernah terjadi akan terus berulang dalam bentuk berbeda.

Narasi Terfragmentasi dan Teori

Dark Souls II sering disebut sebagai yang paling “abstrak” dari segi alur. Cerita tidak terhubung langsung dengan seri pertama secara lokasi, tapi tetap menyampaikan pesan bahwa siklus kehancuran dan harapan terus terjadi, meskipun wajah dan nama para pelakunya berganti.


Dark Souls III (2016): Penutup Siklus dan Dunia yang Membusuk

Foto Poster game Dark Souls III

Kembali ke Akar: Lothric dan Pewaris Takhta

Dark Souls III mengembalikan pemain ke dunia yang secara simbolis dan tematik lebih dekat dengan Lordran. Kali ini, pemain menjadi Ashen One, sosok tak bernama yang dibangkitkan untuk menuntaskan tugas: membawa Lords of Cinder kembali ke tahta agar api bisa dinyalakan lagi.

Bagi para pemain yang pernah menyelesaikan Dark Souls I, Dark Souls III terasa seperti perjalanan nostalgia sekaligus luka batin yang dibuka kembali. Dunia yang diperlihatkan di Lothric tidak hanya menyajikan tantangan baru, tetapi juga puing-puing dari masa lalu, mengingatkan kita bahwa siklus dunia ini telah berjalan terlalu lama, terlalu jauh, dan terlalu menyakitkan.

Anor Londo: Kemegahan yang Membusuk

Foto Anor Londo di DS III

Saat pemain mencapai Anor Londo di DS III, ini adalah salah satu momen paling emosional bagi pemain DS1. Dulu, Anor Londo adalah lambang kemegahan para dewa, rumah Gwynevere dan Ornstein. Kini, yang tersisa hanyalah bayangan reruntuhan, kegelapan, dan bos yang membuat hati hancur: Aldrich, Devourer of Gods, yang secara kanibalistik memakan tubuh Gwyndolin — salah satu karakter paling tragis dari DS1.

Aldrich memelintir warisan para dewa menjadi mimpi buruk. Dan melihat kuil dewa berubah menjadi sarang makhluk yang menjijikkan adalah penghinaan emosional bagi pemain lama.

Soul of Cinder: Cerminan Diri Pemain

Foto Bos Souls of Cinder dari game DS III

Pertarungan terakhir dalam DS3 melawan Soul of Cinder adalah puncak dari semua tragedi naratif dalam trilogi. Soul of Cinder bukan karakter spesifik, melainkan gabungan dari semua yang pernah menyalakan api, termasuk Chosen Undead dari Dark Souls I.

Ketika pemain mendengar soundtrack boss ini tiba-tiba berubah menjadi musik tema akhir DS1, banyak pemain langsung menangis — bukan karena sulit, tapi karena sadar bahwa mereka melawan bayangan diri mereka sendiri, hasil dari keputusan mereka saat menyalakan api di masa lalu.

Para Lords of Cinder adalah tokoh-tokoh kuat dari masa lalu yang pernah mengorbankan diri demi menjaga api, tapi kini enggan mengulangi pengorbanan itu. Ini menandakan bahwa bahkan para pahlawan pun lelah terhadap siklus yang tak kunjung berakhir.

Puncak Tragedi Dark Souls 3: Menuju Akhir Dunia

Game ini memunculkan dunia yang telah sangat tua dan membusuk. Segalanya tampak seperti bayangan dari masa lalu — reruntuhan Lordran, makam para dewa, dan kekosongan yang semakin merayap. Pemain dihadapkan pada pilihan lagi: menyalakan api untuk terakhir kalinya, atau membiarkan dunia tenggelam dalam The End of Fire, membuka peluang untuk era baru.


Tema Besar Dark Souls dan Keterhubungan Trilogi

Siklus Tanpa Akhir

Ketiga game memiliki satu benang merah yang kuat: siklus antara cahaya dan gelap, kehidupan dan kematian, kebangkitan dan kejatuhan. Tidak ada akhir yang benar-benar “baik” atau “buruk”, hanya pengulangan dari pilihan-pilihan besar yang selalu berujung pada kehancuran.

Perjalanan yang Selalu Sama, Tapi Tak Pernah Benar-Benar Sama

Meski dunia berubah nama dari Lordran, Drangleic, hingga Lothric, semua mengandung gema sejarah yang sama. Item, simbol, dan arsitektur di Dark Souls III sering menjadi nostalgia dari peristiwa masa lalu, seakan dunia itu sendiri mengingat sejarahnya, bahkan ketika manusia telah lupa.


Kesimpulan

Foto Poster Dark Souls Remastered

Trilogi Dark Souls adalah salah satu game favorit Kami dan merupakan sebuah puisi gelap tentang siklus dan keputusasaan yang dikemas dalam bentuk video game. Setiap game memiliki dunia dan karakter sendiri, namun saling terhubung secara tematik dan simbolik. Dari Chosen Undead hingga Ashen One, pemain terus dihadapkan pada pilihan yang tak kunjung membawa pembebasan sejati — hanya pengulangan dari tragedi yang indah dan menyakitkan.

Dark Souls bukan sekadar game, tapi sebuah pengalaman naratif interaktif yang akan terus dikenang sebagai mahakarya dari FromSoftware.

By Connor

Related Post